UNGARAN – Minggu (6/2) Gereja Kristus Raja Ungaran mengadakan Misa Syukur untuk merayakan Tahun Baru Imlek yang dipimpin oleh Romo Herman, SJ. Suasana dalam gereja dipenuhi dengan dekor khas Tahun Baru Imlek seperti lampion berwarna merah, buah jeruk, dan buah naga, serta masih banyak lagi. Seluruh umat mengenakan pakaian berwarna merah untuk memeriahkan suasana Imlek tahun ini. Selain itu, para misdinar, lektor, koor, dan panitia juga kompak mengenakan atribut bernuansa Imlek.
Perayaan Ekaristi kali ini cukup berbeda dan menarik perhatian karena Tata Perayaan Ekaristi yang dibuat unik, seperti adanya peletakan dupa yang dibawa oleh “kepala suku” pada saat pembukaan dan iringan musik lagu koor yang menciptakan suasana imlek semakin nyata, serta tidak lupa adanya pembagian angpao dan makanan khas Imlek seperti kue keranjang, manisan jeruk dan coklat.
Misa Syukur untuk merayakan Tahun Baru Imlek juga diadakan di Kapel St. Yakobus Zebedeus Pudak Payung pada hari Selasa (1/2) yang dipimpin oleh Romo Surya Awangga, SJ. dengan tema Hidup Dalam Tengah Sempurna. Sama seperti Perayaan Ekaristi di Gereja Kristus Raja Ungaran, Perayaan Ekaristi di Kapel Pudak Payung juga diramaikan dengan nuansa merah dan ornamen khas Imlek. Misa ini dihadiri oleh kurang lebih 170 umat dari berbagai kalangan mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.
Dalam homilinya, Romo Surya Awangga, SJ. menjelaskan makna dari warna merah menurut Gereja yang berarti pengorbanan, Roh Kudus, dan kemartiran. Dari sisi budaya Tionghoa, warna merah adalah warna kegembiraan, gembira itu tetap butuh pengorbanan, berani berdarah-darah, berani sebagai bentuk dari daya juang pengorbanan, kemartiran dari egoisme diri, dan mohon tuntunan Roh Kudus. Dalam tradisi Tionghoa, ada tiga unsur besar yang membuat kehidupan berjalan baik yaitu langit, bumi, dan manusia. Ketiga ini bersama menjadikan manusia lebih hidup. Langit (yang diatas) memberi daya kehidupan, diterima oleh tanah. Tanah menumbuhkan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia (tanaman, hewan didarat dan di air). Bumi mengeluarkan seluruh unsur unsur yang dibutuhkan manusia. Selain menjelaskan mengenai makna dari tradisi, Romo Surya Awangga, SJ. menjelaskan mengenai arti dari tahun macan air. Air melambangkan energi yang bersifat energik dan macan memiliki karakter yang cekatan, sigap, pemberani. Romo Surya Awangga SJ menutup homili dengan menyanyikan lagu rohani berbahasa Mandarin yang berjudul Reng Ran Ai Zhe Ye Su (Tetap Cinta Yesus).
Setelah Perayaan Ekaristi, para panitia membagikan jeruk yang sudah dibungkus dan diikat dengan tali berwarna merah sebagai lambang keberuntungan. Simbol ini menggambarkan harapan bahwa sepanjang tahun ke depan akan dilingkupi keberuntungan dan kesejahteraan.
“Misa Imlek kali ini sangatlah meriah,” ujar salah satu umat yang menghadiri Perayaan Ekaristi di Gereja Kristus Raja Ungaran. “Walaupun terjadi sedikit gangguan pada sound system pada saat proses perayaan Misa, tetapi hal itu tidak mengurangi hikmat dan damainya Misa Imlek kali ini,” lanjutnya.
Ketua Panitia Misa Syukur Tahun Baru Imlek Gereja Kristus Raja Ungaran, Pak Cipto mengatakan, “Bersyukur diberi kesempatan untuk berbagi, dan harapan di tahun macan ini kita harus memiliki semangat seperti macan yang berani menghadapi masalah atau kesulitan, unsur air kita jangan menjadi air yang keruh bagi sesama.” Pak Cipto merupakan ketua panitia dari wilayah satu, yang telah mempersiapkan perayaan ini sejak satu bulan yang lalu.
Umat berharap supaya Misa Syukur ini dapat menjadi kebahagiaan bagi seluruh umat tidak hanya bagi yang merayakan, tetapi yang tidak merayakan juga ikut merasakan kebahagiaannya. Selain itu, umat juga berharap bahwa pandemi ini segera berakhir sehingga kedepannya Misa Imlek dapat dirayakan dalam kondisi normal, tanpa menggunakan barcode dan protokol kesehatan seperti saat ini.
Meskipun tahun ini Perayaan Ekaristi masih terbatas karena pandemi, namun tidak menyurutkan semangat untuk bersyukur dan memuliakan nama Tuhan atas Tahun Baru Imlek Tahun 2022.
(LV/E/LC/D/Q/MB/HP)